Oleh Atep Abdul Rohman
Siapa yang tidak tahu kota Mekkah? Kota itu menjadi dambaan bagi seluruh penduduk muslim di dunia. Di sana terdapat Ka’bah yang menjadi kiblat ibadah untuk umat Muslim. Bagi orang yang mampu, mengunjungi Mekkah untuk beribadah haji adalah sebuah keharusan, jika tidak, maka tidak sempurnalah keislamannya.
Menurut sejarah, Mekkah yang terletak di lembah antara perbukitan itu awalnya hanya dijadikan tempat peristirahatan oleh kafilah yang lewat dari Yaman menuju Palestina atau sebaliknya. Karena di Mekkah terdapat air, maka kafilah tersebut mendirikan tenda-tenda di sana. Mungkin juga dalam sejarah kota Mekkah, bahwa orang pertama yang tinggal di lembah ini adalah putra dari Nabi Ibrahim a.s., yaitu Nabi Ismail a.s.. Sejak awal, lembah yang nantinya menjadi kota Mekkah ini hanya disinggahi sebagai tempat peristirahatan saja.
Saat itu, ketika masa Jahiliyah, Mekkah banyak dikunjungi oleh orang-orang dari seluruh dunia. Mereka akan beribadah haji setelah Ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. dan putranya sebagaimana yang masih dilakukan sampai saat ini. Di tempat itu pula, Nabi Muhammad saw. lahir tahun 570 Masehi dan memulai berdakwahnya di sana. Sehingga, cikal bakal ajaran Nabi Muhammad saw. bermula dari kota Mekkah sebelum menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Kini, kota Mekkah dipenuhi dengan berbagai kemewahan. Selain sebagai simbol agama Islam, kota ini juga menyuguhkan berbagai fasilitas yang serba mewah untuk memberikan kenyamanan bagi orang-orang yang hendak berhaji. Setiap sudutnya, kota Mekkah dipenuhi gemerlap lampu untuk menerangi berbagai sisi keindahannya tatkala malam tiba. Gedung-gedung yang menjulang tinggi di setiap sisi jalan mendatangkan kesan mewah dan modernnya kota ini. Padahal, kota yang tak pernah sepi dari ibadah orang Muslim ini dulunya adalah lembah gersang yang bahkan penduduknya ingin membunuh Nabi Muhammad saw..
Jangan menilai buku dari sampulnya. Perkataan ini tepat sekali untuk disandarkan kepada keindahan dan kemewahan kota Mekkah saat ini. Tak disangka, di sisi nilai agamis yang tinggi, ternyata kota Mekkah banyak dihuni oleh orang-orang yang tak suci hati. Walaupun setiap hari tidak pernah meninggalkan salat, atau setiap tahun mudah untuk beribadah haji, tapi kesehariannya tatkala di rumah justru pantas untuk mendapatkan caci maki. Bagaimana tidak, gamis yang dikenakannya hanya sebagai topeng untuk menutupi kejahatan dan kebejatannya.
Cerita yang digambarkan di dalam buku Mekkah Memoar Luka Seorang TKW karya Aguk Irawan MN begitu menyayat hati. Walaupun karya fiksi, tapi cerita ini diambil dari kisah nyata yang jelas-jelas terjadi di kota suci Mekkah selama bertahun-tahun. Kota suci ini telah dinodai dan dikotori oleh orang-orang yang sekilas nampak terlihat bersih hati, tapi ternyata busuk berisi.
Orang-orang Indonesia yang tinggal di Mekkah dan bekerja sebagai TKW di rumah-rumah majikan adalah korban kebiadaban penduduk Mekkah. Mereka dituntut untuk melayani hawa nafsu sang Majikan jika istrinya sedang tidak ada. Bahkan, anak majikan yang masih duduk di bangku SMP-pun sudah berani bermain tingkah dengan TKW yang bekerja di rumahnya. Perlakuan tidak senonoh ini dialami setiap hari. Jika melawan, maka siksaan yang akan dihadapi.
Para TKW di Mekkah bukan saja hidup untuk mencari nafkah yang nantinya akan diberikan kepada keluarga di tanah air. Tapi juga dipaksa untuk hidup sebagai budak di hadapan majikannya yang harus rela disetubuhi sekalipun. Maka tidak heran, banyak TKW yang pulang membawa anak bermuka Arab, tapi tidak mempunyai suami. Banyak pula TKW yang meninggalkan anak-anaknya di kota Mekkah karena malu kepada keluarganya di tanah air.
Para majikan di kota Mekkah begitu gampang menikmati tubuh para TKW Indonesia. Mereka tinggal menaikan gaji pembantunya dua kali lipat dan bisa bersetubuh tanpa perlawanan. Bukankah ini tindak pelacuran? Bukan karena sang pembantu yang kegenitan, tapi majikan yang menciptakan rasa ketakutan bagi pembantu sehingga ia tidak ada pilihan lain kecuali menerimanya dengan berat hati.
Adapula yang berdalih bahwa majikan sudah membeli TKW itu di perusahaan Indonesia yang mengantarkannya, sehingga saat itu seluruh tubuh TKW adalah miliknya. Halal untuk disetubuhi sekalipun. Majikan itu mengira bahwa TKW adalah budak seperti pada masa Jahiliyah yang justru dengan datangnya Islam perbudakan tersebut telah musnah. Tapi kini para majikan di kota Mekkah seakan ingin menghidupkan perbudakan kembali di rumahnya sendiri.
Selain bertarung untuk mempertaruhkan harga diri dari tindakan asusila majikan, para TKW juga harus bertahan hidup dari perihnya siksaan. Banyak majikan yang menyiksa pembantunya tatkala kesalahan tiba. Bahkan kesalahan yang sepela, ataupun tidak ada kesalahan sama sekali, terkadang pembantu menjadi pelampias amukan majikan. Rambut di jambak, tubuh dipukul, kata-kata kasar dan caci maki, lapar dan gaji yang tidak dibayar adalah sebagian kecil penderitaan para TKW di Mekkah. Maka tidak heran jika banyak TKW yang kabur dari rumah majikannya.
Kisah-kisah yang tergambar dari buku ini begitu memilukan. Kota Mekkah yang didamba-dambakan oleh seluruh umat Muslim ternyata seperti neraka bagi sebagian orang. Mereka yang menderita di Mekkah juga orang beriman yang harus ditegakkan dan dijungjung tinggi kehormatannya. Di balik kemewahan kota ini menyimpan kebusukan dan kekotoran yang dilakukan oleh penghuninya. Kota Mekkah adalah kota yang dicintai oleh Allah dan rasul-Nya. Tapi kini penduduknya malah membuat murka Allah dan rasul-Nya. Semoga penulis dan pembaca bisa berziarah ke kota suci Mekkah Al-Mukarramah tanpa merasakan kebusukan-kebusukan yang dilakukan oleh penghuninya. Semoga pula bau busuk yang berada di belakang layar kota Mekkah segera berakhir. Aamiin.