Masnshubatul asma, adalah ism-isim yang wajib dimanshubkan. Terdapat 12 jenis, yaitu:
- Maf’ul bih
- Maf’ul fih
- Maf’ul ma’ah
- Maf’ul li ajlih
- Maf’ul muthlaq
- Hal
- Tamyiz
- Khobar kana dan saudaranya (telah dibahas di bab marfu’atul asma)
- Isim inna dan saudaranya (telah dibahas di bab marfu’atul asma)
- Munada
- Mustasna
- Tabiun lil manshubi
Maf’ul Bih
Maf’ul bih :
اِسْمٌ دَلَّ عَلَى مَنْ وَقَعَ عَلَيْهِ الفِعْلُ
“isim yang menunjukkan kepada objek yang dikenai pekerjaan”
Dalam bab-bab sebelumnya kita sering mendenggar istilah maf’ul bih. Maf’ul bih adalah isim yang waib manshub dan menunjukan kepada objek yang dikenai pekerjaan atau istilahnya “korban”.
Maf’ul bih terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Isim dzahir, yaitu yang nampak secara jelas. Contoh:
ضَرَبَ الْوَلَدُ كَلْبًا
Seorang anak laki-laki itu telah memukul anjing.
Mari kita analisis.
Seorang anak laki-laki : subjek (fa’il, marfu dengan dhommah)
Memukul : kata kerja (fi’il ma’lum)
Anjing : objek (maf’ul bih, yang dikenai pekerjaan. Ia manshub dengan fathah)
2. Isim dhomir, yaitu yang maf’ul bihnya berupa isim dhomir. Contoh:
سَأَلَكَ أَحْمَدُ
Ahmad telah bertanya kepadamu.
Ahmad : subjek (fa’il, marfu dengan dhommah)
Kamu (kaf) : objek (maf’ul bih, mabniy karena ia isim dhomir)
Letak maf’ul bih tidak selalu setelah fa’il, namun bisa di beberapa tempat/pola, yaitu sebagai berikut:
1. Fi’il—fa’il-- maf’ul bih
Contoh :
ضَرَبَ الْوَلَدُ كَلْبًا
Seorang anak laki-laki telah memukul anjing.
2. Fi’il-- maf’ul bih—fa’il
Contoh:
سَأَلَ النَبِيَّ رَجُلٌ
Seorang laki-laki telah bertanya kepada Nabi SAW
3. Fi’il fa’il – maf’ul bih
Contoh:
سَأَلْتُ الأُسْتَاذَ
Aku bertanya kepada guru
4. Fi’il fa’il maf’ul bih
Contoh:
أَسْأَلُكَ
Aku telah bertanya kepadamu
5. Fi’il maf’ul bih – fa’il
Contoh:
أَمَرَنِى أَحْمَدُ
Ahmad telah menyuruhku.
6. Maf’ul bih – fii fa’il
Contoh:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ
Hanya kepada-Mulah kami mennyembah.
Berhubungan dengan maf’ul bih, tidak semua fi’il membutuhkan maf’ul bih. Terdapat sejumlah fi’il yang tanpa maf’ul bih pun ia telah sempurna. Fi’il yang tidak membutuhkan maf’ul bih/objek, dalam bahasa indonesia disebut dengan kalimat intransitif, sedangkan yang membuthkan maf'ul bih/objek, disebut dengan kalimat transitif.
1. Fi’il lazim
Fi’il lazim adalah kata kerja yang tidak membutuhkan maf’ul bih, atau dengan kata lain, ia sudah sempurna maknanya meskipun tanpa maf’ul bih.
Contoh :
فَرِحَ أَحْمَدُ
Ahmad telah bahagia
2. Fi’il muta’adi
Fi’il muta’adi adalah kata kerja yang membutuhkan maf’ul bih, dan tidak sempurna tanpanya. Ciri fi’il muta’adi adalah dapat diikuti pertanyaan, apa yang di...?
Contoh : كَتَبَ (menulis), apa yang ditulis? Nah, berarti menulis adalah fi’il mutaadi (yang membutuhkan maf’ul bih)
Jumlah sempurnanya: كَتَبْتُ الدَّرْسَ (aku menulis pelajaran)
Fi’il muta’adi terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Fi’il mutaadi yang butuh kepada SATU maf’ul bih
Contoh : رَأَيْتُ المَنَاظِرَ فِى الْقَرْيَةِ (saya melihat pemandangan di kampung)
b. Fi’il muta’adi yang butuh kepada DUA atau LEBIH maf’ul bih
Adalah fi’il yang membutuhkan dua maf’ul atau lebih, yaitu fi’il-fi’il tertentu:
أَعْطَى - سَأَلَ – كَسَا – مَنَحَ – اَلْبَسَ – عَلَّمَ – ظَنَّ – خَالَ – حَسِبَ – وَجَدَ – جَعَلَ – زَعَمَ
Contoh :
أَعْطَيْتُ الْفَقِيْرَ ثَوْبًا
Aku memberi orang fakir itu baju.
Untuk dapat menentukan jawabannya, mari kita susun pertanyaan:
- Siapa yang memberi?
- Siapa yang diberi?
- Apa yang diberikan?
Jadi.. :
Aku : fa’il
Orang fakir : maf’ul bih 1
Baju : maf’ul bih 2