<head> Perempuan Berpendidikan Tinggi: Stigma dan Segala Bentuk Diskriminasinya

Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Artikel (32) bacaan (15) Berita (29) ekonomi. (1) Film (6) Keilmuan (17) Keislaman (37) Opini (77) Pemilu (6) PMII (14) POLITIK (6) Puisi (2) Warta (40)

Perempuan Berpendidikan Tinggi: Stigma dan Segala Bentuk Diskriminasinya

Senin, Agustus 1 | Agustus 01, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2023-10-26T22:57:29Z

Oleh : Lutfi Khoirunnisa

Perempuan dan pendidikan adalah dua kata yang berbeda namun keduanya sangat erat kaitannya, kenapa? Karena perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas untuk bekal hidupnya di masa depan, misalkan bekal dalam menjalankan rumah tangganya nanti, karena akan banyak hal problematika yang tentunya akan melibatkan perempuan dalam menyelesaikannya. Proses pengetahuan didapat tentunya lewat pendidikan, baik formal ataupun nonformal. Namun nyatanya kesadaran masyarakat terhadap pendidikan bagi perempuan masih kurang.

Banyak stigma masyarakat “Ngapain sekolah tinggi-tinggi, kalo ujung-ujungnya ke dapur juga” padahal pendidikan tidak memandang jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan, karena keduanya memiliki hak yang sama. Walaupun ada perempuan yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga saja, tapi tetap harus memiliki pendidikan yang tinggi. Bukankah ibu yang cerdas akan menghasilkan anak yang cerdas juga?

Saya jadi teringat kat-kata Soekarno “Perempuan itu tiang negeri” artinya perempuan memiliki peran yang penting juga dalam membangun peradaban. dan pendidikan sebagai bekal perempuan untuk membangun peradaban tersebut, jika perempuan mendapatkan pendidikan yang baik, maka jangan saya yakin jika sebuah negara atau institusi dimana perempuan itu berpijak akan mengangkat martabat bangsa.

Perlu diketahui juga bahwa dalam mengurusi wilayah domestik seperti mengasuh dan mendidik seorang anak bukanlah kewajiban perempuan saja, tapi laki-laki juga harus membersamai dalam hal tersebut. Karena anakpun memerlukan sosok ayah untuk menemani setiap perkembangannya. Hal tersebutpun dicontohkan oleh sahabt Nabi, yaitu dalam al-Qur'an dijelaskan Lukmanul Hakim yang ada dalam surat Lukman, beliau senantiasa selalu memberi nasihat kepada anaknya, dan juga Rasul yang ketika Ibunya wafat beliau di asuh oleh kakek serta pamannya.

Lalu ada lagi stigma masyarakat yaitu “Perempuan yang menempuh pendidikan tinggi akan sulit menemukan jodoh, karena laki-laki akan merasa minder juka di sandingkan dengan perempuan dengan status sekolah tinggi” saya tegaskan, laki-laki seperti itu tidak pantas untuk dijadikan sandingan perempuan cerdas. Karena perempuan dengan pendidikan tinggi tidak akan memilih laki- laki dengan pemahan rendah seperti itu.

Perempuan yang berpendidikan tinggi akan lebih selektif dalam memilih pasangan hidup. Karena, ia pun menginginkan seorang pasangan yang setara dengannya. Pemahan pendek tersebut dikarenankan adanya budaya patriarki yang masih melekat di masyarakat Indonesia. Dimana dalam dunia patriarki laki-laki harus berada di atas perempuan. Sehingga jika perempuan mempunyai beberapa kelebihan dari pada laki-laki, maka laki-laki akan merasa rendah diri dan terhina.

Padahal perlu diketahui bahwa menikah dan membina rumah tangga itu bukan untuk membangun relasi antara atasan dan bawahan. Dimana laki-laki harus diatas sedangkan perempuan




hanya sebagai penurut. Dalam buku Qiroah Mubadalah karya pak Faqihudin Abdul Qodir tertulis “Maka manusia secara umum cenderung mencari dan menemukan pasangan demi memperoleh ketentraman (sakinah) darinya, seorang laki-laki yang menikahi perempuan berharap akan merasa tentram dengannya, nyaman untuk memadu cinta kasih (Mawaddah Warahmah) dan mudah mencari kebahagiaan dalam mengarungi kehidupan di dunia.”Artinya tujuan dari pernikahan atau rumah tangga ialah untuk membangun relasi yang setara, saling bekerja sama, saling mendampingi, saling mengerti satu sama lain bukan untuk membangun relasi kuasa yang terdiri dari atasan dan bawahan. Lalu tujuan dari pendidikan juga yaitu untuk memanusiakan manusia, nah tempat pertama untuk mengamalkan nilai-nilai kemanusian itupun ada di dalam rumah tangga.

Ada hal menarik lainnya, yaitu Rasulullah juga membuka seluas luasnya untuk perempuan meningkatkan kapasitas keilmuan bagi dirinya tanpa pernah melakukan diskriminasi, Nabi Muhammad memberi peluang bagi umatnya baik laki-laki ataupun untuk perempuan untuk menuntut ilmu. Rasul selalu mendukung bagi siapapun yang ingin menimba ilmu dengan dukungannya ini perempuan pada zamannya sangat bersemangat untuk belajar. Sayangnya berbanding terbalik dengan realita jaman sekarang, bahkan perempuan didiskriminasi tentang pendidikannya menggunakan dalih-dalih agama, padahal pada kenyataanya Rasul pun sebagai utusan Allah tidak melarangnya, kenapa sekarang umatnya malah berbuat terbalik seperti itu seakan- akan dialah yang benar dan mengikuti Sunnah Rasul.

Jadi pendidikan tinggi bagi perempuan adalah salah satu jalan baginya untuk melindungi dan menyelamatkan dirinya sendiri. Dengan pendidikan diharapkan perempuan memiliki kesadaran atas dirinya, sadar jangan sampai menjadi korban atas kerasnya kehiduapan, sadar bahwa hidup tak sesederhana lahir, menikah lalu meninggal dan sadar bahwa perempuan juga bisa melakukan suatu hal tanpa melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan.

×
Berita Terbaru Update