Oleh : Yuni Siti Salamah
Majalah Kopri Rayon Tarbiyah |
Apakah perempuan boleh menjadi pemimpin? pertanyaan itu masih terbendung dalam fikiran kita semua. Kita ketahu mayoritas pemimpin adalah mereka yang berjenis kelamin laki-laki, sedangkan pemimpin perempuan hanya ditemukan sebagian kecil di kalangan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan sistem sosial masih menganggap kodrat perempuan lebih rendah dari laki- laki, sehingga ketika perempuan menjadi pemimpin masih diragukan.
Namun pada konteks sekarang seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan perempuan sudah bisa mengaksesnya, bisa dikatakatan secara kualitas dan kesempatan perempuan dan laki-laki setara. Selain itu perempuan merupakan mitra yang sejajar dengan kaum laki-laki. Dan secara peran sosialpun perempuan juga telah mempunyai peran penting dalam pembangunan nasional dalam peningkatan kesejahteraan keluarga khususnya.
Berkat adanya emansipasi dan perjuangan kaum perempuan yang telah dirintis oleh beberapa tokoh perempuan seperti R.A Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien dan sebagainya, membuat perempuan tidak dipandang hanya mempunyai tugas dan kewajiban mengurus rumah tangga saja, tidak ikut serta daam hal lain nya. Namun, mempunyai kewajiban serta kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam pembangunan di segala bidang.
Perubahan ini telah memberi kesempatan emas bagi perempuan, tidak saja dalam hal untuk memperoleh kesempatan dan hak yang sama dengan laki-laki, seperti dalam bidang pendidikan dan pekerjaan, tetapi juga memiliki persamaan dan kesempatan yang sama dalam memimpin kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Peranan perempuan tidak saja untuk dipimpin, tetapi juga untuk memimpin.
Pada hakikatnya setiap perempuan adalah seorang pemimpin dan mengimplementasikan kepemimpinannya di lingkungannya masing-masing, baik di lingkungan keluarga, lingkungan kerja, ataupun di lingkungan masyarakat. Dalam berpartisipasi pada pembangunan masyarakat, perempuan perlu membekali diri dengan semangat juang, meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kepemimpinan agar dapat menggali dan menggerakkan sumber daya masyarakat sebagai potensi masyarakat.
Menjadi pemimpin baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun dalam lingkungan masyarakat merupakan sebuah tantangan bagi kaum perempuan. Karena sejatinya tidak semuanya perempuan itu lemah, ia ibarat sebuah bangunan yang kokoh dan merupakan fondasi yang berstruktur kuat. Sosok perempuan yang sensitif, intuitif, empati, suka merawat, mampu, dan mengakomodasi proses-proses organisasi menjadi efektif. Apa salahnya menjadi pemimpin dengan pembawaan feminin?
Hal tersebut kemudian mengakibatkan timbulnya istilah ketimpangan gender yang kemudian menempatkan perempuan pada kondisi yang tidak menguntungkan, walaupun perempuan adalah sumber daya manusia yang bahkan diseluruh dunia jumlahnya jauh lebih besar dari pada laki- laki.
Dengan adanya kesempatan perempuan masuk dalam peranan sebagai pemimpin yang dapat membawa dampak yang positif yaitu permasalahan kesetaraan gender yang tidak memiliki perbedaan (nasional) antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian perempuan dan laki-laki memiliki peluang atau akses yang sama dalam kepemimpinan. Sehingga, kaum perempuan dapat selalu menegakkan tonggak keterlibatannya dalam berbagai lapangan kehidupan manusia. Dengan demikian, kaum perempuan mampu mengikuti derap langkah dan lajunya pembangunan nasional seirama dengan kaum pria sebagai mitra sejajarnya tanpa meninggalkan harkat, martabat, dan kodratnya sebagai perempuan.
Kesamaan dalam kesempatan untuk memimpin di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara membuat perempuan Indonesia perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan diikuti perubahan sikap positif, agar mampu menerima, memahami dan akhirnya melaksanakan pembangunan nasional sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang dituntut oleh kemajuan zaman.